Wakil Ketua Komisi XI DPR RI, Harry Azhar Azis, mengingatkan
pemerintah dan Bank Indonesia mewaspadai kasus pembobolan dana dan aset nasabah
yang melibatkan oknum karyawan bank. Kejahatan jenis tersebut, kata Harry,
punya kecenderungan meningkat trennya.
Hal tersebut disampaikan Harry menanggapi peningkatan kasus
pembobolan dana dan aset nasabah yang melibatkan oknum nasabah bank. Kasus
terbaru adalah dugaan pemalsuan emas milik Ratna Dewi seberat 59 kilogram.
Emas tersebut -disebutkan- digadaikan oknum di BRI. Polisi
telah menetapkan 7 oknum karyawan BRI sebagai tersangka. Sementara dalam
gugatan perdatanya, dikabarkan, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu
(2/10/2013) silam memutuskan pihak BRI terbukti melakukan perbuatan melawan
hukum atas sengketa jaminan kredit berupa logam mulia 59 Kilogram. Majelis hakim
juga memerintahkan BRI membayar ganti rugi materiil sebesar Rp 31.860.000 dan
imateriil sebesar Rp 5 miliar.
"Fenomena ini tidak lepas dari lemahnya pengawasan Bank
Indonesia sehingga hampir setiap dua bulan media memberitakan kasus pembobolan
dana atau asset nasabah bank. Selain itu, menurut politisi Golkar tersebut,
jika fungsi mediasi BI bisa dimaksimalkan, mestinya kasus fraud tidak harus
berlanjut ke meja hijau, yang kerap merugikan nasabah, karena prosesnya lama
dan berbelit-belit," kata Harry dalam rilis yang diterima Tribunnews.com,
Kamis (24/10/2013)
Harry mencontohkan, kasus sengketa pembobolan dana deposito
milik PT Elnusa Tbk di Bank Mega yang telah berlangsung lebih dari 2 tahun.
Bank itu, kata Harry, bersikeras tidak mau mengembalikan dana deposito Elnusa,
kendati PN Jakarta Selatan pada 22 Maret 2012 Nomor: 284/PDT.G/2011/PN.JKT.SEL
memutuskan Bank Mega harus mengembalikan dana deposito Elnusa sebesar Rp 111
milyar, beserta bunga 6% per tahun.
Menurut Harry, manajemen Bank Mega dan Bank BRI mestinya
bisa mencontoh praktik penyelesaian kasus yang dilakukan manajemen Citibank
yang langsung mengganti kerugian nasabahnya, setelah itu baru mempidanakan
pelakunya, yang tak lain karyawannya
sendiri.
Senada, Direktur Advokasi Yayasan Lembaga Bantuan Hukum
Indonesia (YLBHI), Bahrain, juga mengaku prihatin dengan lemahnya pelaksanaan
risk management perbankan nasional.
“Hampir seluruh bank nasional pernah mengalami fraud. Baik
bank swasta maupun BUMN. Ini menunjukan lemahnya penerapan manajemen risiko dan
perlindungan terhadap nasabah bank,” ujarnya.
YLBHI disebutkan sejak awal Oktober 2013 membuka posko
pengaduan nasabah bank di 15 kota di Indonesia, melakukan penelitian, bahkan
menggelar focus group discussion tentang kasus pembobolan nasabah bank.
Lembaga tersebut juga menyebut telah memantau proses hukum
pembobolan dana nasabah,baik di tingkat Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi,
maupun kasasi. Proses monitoring perlu dilakukan agar peradilan berjalan sesuai
prinsip keadilan.
YLBHI, dikatakan, telah mengirimkan surat ke Gubernur Bank
Indonesia dengan Nomor:215/SK/YLBHI/2013. Isinya, mendesak Bank Indonesia (BI)
memprioritaskan pengembalian dana nasabah yang dibobol oleh oknum karyawan
bank, seperti dalam kasus pembobolan dana milik Elnusa di Bank Mega, serta
kasus pembobolan lainnya.
YLBHI juga mendesak BI agar meningkatkan pengawasan
perbankan, dan rapkan prinsip non diskriminasi, transparansi dan akuntabilitas
sesuai ketentuan PBI No 5/ 8/ PBI/ 2003 tentang Penerapan Manajemen Risiko Bagi
Bank Umum.
sumber : http://www.tribunnews.com/bisnis/2013/10/24/waspada-tren-kejahatan-perbankan-libatkan-oknum-karyawan
sumber : http://www.tribunnews.com/bisnis/2013/10/24/waspada-tren-kejahatan-perbankan-libatkan-oknum-karyawan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar