Kamis, 24 Juli 2014

Tips Pembobolan ATM

Presiden Direktur PT Bank Central Asia Tbk Jahja Setiaatmadja tak bosan mengingatkan nasabah banknya agar lebih berhati-hati dalam bertransaksi di anjungan tunai mandiri (ATM). Jahja sekali lagi menyerukan kewaspadaan menyusul terjadinya pembobolan sejumlah ATM di bank tersebut.

Untuk mencegah pembobolan rekening, bos BCA ini memberikan tips bagi nasabah bank. Salah satu cara yang paling efektif, menurut dia, adalah menutup jari ketika memasukkan kode PIN di ATM. “Yang penting harus mengedukasi nasabah untuk menutup jari saat memasukkan PIN," ujar Jahja, di sela-sela konferensi pers, Rabu, 5 Maret 2014.

Penutupan jari saat memasukkan kode PIN ini, menurut dia, sangat penting karena di sejumlah ATM alat penutup PIN dicopot oleh pembobol rekening. Di banyak kasus, setelah penutup PIN dicopot, para pembobol menunggu nasabah masuk ke bilik ATM untuk kemudian menyalin PIN tersebut.

Ia menjelaskan, total duit 112 nasabah yang diambil oleh pembobol ATM BCA mencapai Rp 1,2 miliar. Namun Rp 726 juta di antaranya, kata Jahja, sudah diselamatkan.

Meskipun sisa nilai kerugian Rp 500-an juta yang tak bisa diselamatkan dianggap bukan angka yang signifikan, Jahja menilai pembobolan tersebut merupakan pelajaran berharga. "Agar kami terus bekerja sama dengan kepolisian dan Imigrasi," ucapnya.

Seperti diketahui, pada Senin lalu kepolisian menangkap sindikat pembobol rekening bank melalui ATM. Enam warga negara Malaysia dibekuk setelah membobol 112 rekening nasabah BCA dengan memasang skimmer dan kamera di mesin ATM.

http://www.tempo.co/read/news/2014/03/05/087559757/Tips-Menghindari-Pembobolan-ATM-dari-Bos-BCA


Perkembangan BPR syariah

Jumlah Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS) selama 2013 relatif stagnan. Jumlah BPRS dari 158 menjadi 160. Sedangkan jumlah kantor masih tetap 398. Modal menjadi kendala utama dalam pembukaan cabang.
Direktur Utama BPRS Rifatul Ummah, Betty Royani, mengatakan BPRS di Indonesia mengeluhkan peraturan BI mengenai minimum modal untuk membuka cabang. Menurutnya, BPRS memerlukan peraturan yang agak longgar, utamanya dalam hal modal.
"Dengan kondisi yang belum begitu besar, kita butuh dukungan. Aturan jangan terlalu ketat," ujar Betty, Rabu (30/10).
Direktur Utama BPRS Irsyadi, Mahrus Junaedi, sepakat bahwa pemenuhan modal disetor untuk setiap cabang menjadi kendala. "Pemenuhan modal disetor untuk setiap cabang harus setor 75 persen dari ketentuan modal minimum wilayah," ujar dia.
Namun, menurutnya, regulasi mengenai perbankan syariah sudah cukup memadai, seperti yang terlihat dari perkembangan bank syariah yang cukup menggembirakan dimana hampir semua bank plat merah memiliki unit syariah. Porsi share perbankan syariah dari sistem perbankan di Indonesia perlu ditingkatkan. Seiring dengan pertumbuhan bank syariah, SDM menjadi kendala.
Mahrus mengatakan BPRS adalah bank kecil sehingga tingkat kesejahteraan yang diberikan kepada pegawainya sesuai dengan kondisinya. "Makanya banyak pegawai yang keluar masuk, terutama mereka ingin bekerja di bank umum syariah yang mungkin lebih besar yang diperoleh dalam hal kesejahteraan," ujar dia.
Untuk menambah SDM yang handal dalam bisnis syariah, Mahrus mengatakan Asbisindo menjalankan program penguatan SDM. Program tersebut utamanya dilaksanakan di BPRS yang tidak mempunyai training center.
"Biasanya dilaksanakan gabungan bagi BPRS terutama yang  asetnya belum besar," ujar dia.
Ekonom Perbankan Syariah, Agustianto, mengatakan untuk mendorong pertumbuhan jumlah dan kantor cabang BPRS diperlukan sosialisasi pada pemerintah daerah harus dan investor. Ia mengatakan peluang BPRS untuk tumbuh masih besar.
 "BPRS yang dikelola dengan baik menunjukan peningkatan yang luar biasa. Bisa sampai 100 persen," ujar Agus.
Jumlah BPRS saat ini dinilai masih sangat kurang. Idealnya, diperlukan satu BPRS untuk satu Kecamatan. Ia mengatakan BPRS berperan besar dalam inklusi keuangan.
"Masyarakat bawah masih banyak yang belum tersentuh keuangan. Sementara hari ini masih banyak Kecamatan yang belum punya BPRS," ujar dia.
Permodalan, menurutnya, bukan masalah. "Kalau masalah permodalan, kalau didirikan pemerintah kabupaten dan kota tak masalah," ujar dia.

http://www.republika.co.id/berita/ekonomi/syariah-ekonomi/13/10/30/mvh9ie-perkembangan-bpr-syariah-stagnan-ini-penyebab-utamanya

Keamanan OJK

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengimbau kepada seluruh industri keuangan untuk terus meningkatkan kualitas teknologinya. Hal itu dimaksudkan untuk mengurangi risiko-risiko terjadi yang muncul dari sistem informasi atau lebih sering disebut cyber crime.
Ketua Dewan Komisioner OJK, Muliaman D Hadad menjelaskan, industri perbankan menjadi salah satu sektor yang terus dituntut untuk memaksimalkan teknologinya mengingat perbankan adalah elemen penting dalam pertumbuhan ekonomi nasional.
"Apabila tidak diantisipasi dengan cepat, maka kondisi ini akan sangat tidak menguntungkan pada saat industri perbankan kami sedang menyiapkan diri dalam menghadapi era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)," ungkap Muliaman di Hotel Borobudur, Jakarta, Selasa (13/5/2014).
Hal itu menjadi hal yang wajar yang ditekankan OJK sebagai otoritas lembaga keuangan mengingat Indonesia menjadi satu negara yang paling berisiko untuk terjadinya cyber crime. Pernyataan tersebut diambil OJK dari laporan Security Threat 2013.
Selain itu, berdasarkan laporan yang disusun oleh State of The Internet 2013, Indonesia ditempatkan menjadi negara kedua dari lima negara asal serangan cyber crime. Laporan tersebut mencatatkan dalam waktu tiga tahun terakhir telah terjadi 36,6 juta serangan cyber crime.
"Pada tahun 2010 Indonesia pernah mendapat keluhan dari banyak negara dari korban praktik cyber crime yang ditenggarai pelaku orang Indonesia," jelas Muliaman.
Dari statistik tersebut Muliaman menegaskan manajemen bank tidak bisa mengabaikan ancaman yang datang setiap saat dan dalam bentuk yang tidak pernah diduga.
"Satu hal yang mengagetkan kita pelaku cyber crime ini anak-anak usia muda melalui warung internet yang sangat banyak dan sulit dipantau," tutur Muliaman.
Untuk itu, OJK mengaku akan terus meningkatkan sosialisasi dan menekankan kepada industri perbankan untuk selalu merekrut Sumber Daya Manusia (SDM) khususnya di bidang Teknologi Informasi (IT) yang berkualitas.
"Meminimalisir risiko dari kejahatan TI antara lain SDM harus berkualitas memadai, sistem pengendalian yang kredibel, review yang berkesinambungan terhadap penerapan TI, selalu update dan berbagi soal fraud," pungkas Muliaman.
Diharapkan OJK bisa di tingkatkan  keamanan untuk mencegah adanya cybercrime
http://bisnis.liputan6.com/read/2049126/ojk-imbau-perbankan-sigap-hadapi-kejahatan-cyber

Perbankan Indonesia

PERBANKAN
Bank Indonesia (BI) bersama Otoritas Jasa Keuangan (OJK) hingga saat ini terus memegang teguh prinsip resiprokal dalam menerapkan ekspansi industri perbankan.Ini berlaku tidak hanya perbankan asal negara lain yang ingin buka kantor di Indonesia melainkan juga perbankan nasional yang ingin buka kantor di negara lain.
Deputy Gubernur Bank Indonesia, Halim Alamsyah mengungkapkan setidaknya ada beberapa hal yang diutamakan jika perbankan negara lain ingin buka kantor di Indonesia."Ada prinsip resiprokal. Kalau ada satu negara yang sudah ada di sini kita akan memberikan kesempatan kepada negara lain yang belum masuk," kata Halim saat ditemui di Kompleks Bank Indonesia, Jumat (18/7/2014).
Dengan langkah seperti itu dijelaskan Halim akan lebih adil dalam persaingan industri perbankan terutama dalam rangka merebut pasar di Indonesia.Namun sayangnya, hal itu belum tentu dapat diterapkan oleh negara lain jika perbankan asal Indonesia ingin berkantor di luar negeri.
"Tergantung ketentuan negara sana, bisa apa saja. Yang pasti prinsipnya harus resiprokal, mutual benefit dan mengeja rketertinggalan," jelasnya.Halim menggaris bawahi perbankan Indonesia yang ongn melakukan ekspansi ke luar negeri harus dipastikan memiliki aset dan kemampuan liquiditas yang besar mengingat pasar internasional memiliki pesaing yang banyak.
"Kalau mau akuisisi atau buka cabang di sana bank nya harus baik dan modalnya harus kuat. Sama juga, BI tidak akan terima kalau bank abal-abal dari sana mau masuk," pungkas Halim. (Yas/Nrm) –
Dengan adanya artikel di atas jelas bahwa setiap perbankan asing yang ada di indonesai harus memenuhi syarat dari prinsip resiprokal dalam menerapkan ekspansi industri.
See more at: http://bisnis.liputan6.com/read/2079949/ini-syarat-bank-asing-jika-ingin-buka-kantor-di-ri#sthash.NNwwYyUf.dpuf

INFORMASI PERBANKAN

Arus perdagangan dunia, kenaikan produk domestik bruto ( PDB ) dan pertumbuhan kelas menengah serta teknologi baru akan membantu negara berkembang memperluas pasarnya ke negara maju di tahun-tahun mendatang, menurut laporan yang diterbitkan Deloitte.
Dalam laporan bertajuk "Peluang ekspansi perbankan pasar negara berkembang di pasar internasional" yang dirilis Deloitte Touche Tohmatsu Ltd (Deloitte Global) memberikan pengalaman beroperasi di pasar yang berubah-ubah ini, dikombinasikan dengan pengetahuan tentang perbankan pasar negara berkembang yang disebut siap untuk sukses melakukan ekspansi global ke pasar negara berkembang maju dan lainnya.
Pimpinan Industri Jasa keuangan Deloitte Asia Tenggara Ho Kok Yong mengatakan ada tantangan di tengah optimisme untuk perbankan di Asia Tenggara.
"Perekonomian yang melemah di Amerika Serikat dan Eropa, mitra dagang tradisional dengan Asia membuat negara-negara di Asia Tenggara mencari peluang pasar lebih dekat ke wilayahnya," jelas dia melansir laman Bernama, Rabu (4/6/2014).
Ho menambahkan, peraturan sistem perbankan yang kuat di negara-negara seperti Singapura , Indonesia , Thailand dan Vietnam telah menyebabkan peningkatan daya saing dengan penetrasi perbankan di golongan kedua.
Pimpinan Deloitte Global dalam Bidang Keamanan Perbankan Jim Reichbachhe menilai pasar negara berkembang tak terlalu signifikan dipengaruhi krisis keuangan sehingga mereka masih mampu menghasilkan neraca yang kuat.
"Kekuatan relatif ini memungkinkan bank untuk berinvestasi dalam meraih peluang pertumbuhan dan banyak yang sekarang memanfaatkan kekuatan operasi serta pengetahuan mereka untuk mencari dan memperluas ke pasar baru," kata Reichbachhe seraya menambahkan pasar negara berkembang serinbgkali membatasi peluang ekspansi di sektor bank domestiknya.
"Oleh karena itu bank-bank ini melihat peluang internasional, termasuk transaksi merger dan akuisisi. Mereka menyasar pelanggan ke pasar baru dan warga negara mereka berimigrasi ke negara-negara baru" tambah dia.
Deloitte merupakan perusahaan konsultan keuangan yang memiliki jaringan perusahaan global di lebih dari 150 negara dan wilayah.
Pentingnya teknologi, produk domestik bruto dan pertumbuhan kelas menengah , serta peraturan sistem perbankan yang kuat di negara itu , membuat negara itu maju dan perkembangan perbankan  juga ikut maju.


http://bisnis.liputan6.com/read/2058353/perbankan-negara-berkembang-siap-kuasai-pasar-negara-maju

FAKTOR-FAKTOR KEJAHATAN PERBANKAN INDONESIA


Faktor yang mempengaruhi bisa terjadinya kejahatan dunia perbankan adalah sebagai berikut:
1.   
     1.Kurangnya pengawasan internal, minimnya pengawasan internal dalam lingkungan itu , dan adanya fraud merupakan kecurangan yang dilakukan dengan sengaja oleh pihak yang berada di kalangan lembaga-lembaga keuangan tersebut.

22. Risiko yang tinggi dala industri perbankan dan sistem pengawasan perbankan di indonesia belum berjalan dengan baik

33.  Adanya faktor internal. Pola-pola kejahatan dalam dunia perbankan tidak hanya oleh pihak luar. Seringkali kejahatan ini terbentuk dengan adanya kerjasama antara pihak external dan pihak internal.


Penting bahwa kita harus berhati2 terjun di dunia perbankan .
http://www.anneahira.com/kejahatan-perbankan.htm

Perbankan Asing Yang Semakin Besar

Masalah Perbankan Asing di Indonesia
Upaya Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) untuk melakukan penggabungan terhadap perbankan pelat merah terganjal dari dukungan pemerintah.
Menurutnya hal itu perlu dilakukan agar perekonomian di Indonesia terus maju, seiring tumbuhnya perbankan yang semakin besar.
"Kenapa sih Bank Indonesia harus besar? Kenapa? Ya itu heroiknya, tapi riilnya bank itu harus besar karena ekonomi kita akan terus maju," ucap Menteri BUMN Dahlan Iskan dalam sebuah perbincangan di Kementerian BUMN, Jakarta.
Lebih lanjut ia jelaskan bahwa, dengan ekonomi yang terus mengalami kemajuan, dengan begitu perusahaan pun akan mengalami hal serupa. Karenanya, dibutuhkan pula perbankan yang besar di Indonesia untuk melayani pertumbuhan tersebut. Ia lantas mengungkap mengapa banyak bank yang tidak besar akhirnya lari ke bank asing.
"Karena perusahaan-perusahaan yang besar kadang-kadang tidak bisa dilayani oleh bank yang tidak besar. Akhirnya perusahaan-perusahaan yang besar itu lari ke bank asing," serunya.
Maka itu, Dahlan berujar, perbankan di Indonesia harus menjadi perbankan yang besar, setidaknya dapat melayani perusahaan besar tersebut. Salah satu caranya yakni dengan marger atau akuisisi.
"Atau aksi korporasi yang lain, atau ya sudah semua itu tidak usah di setujui, tetapi nanti jangan teriak-teriak kalau suatu saat bank-bank asing di Indonesia semakin besar," tandas pria asal Magetan ini.


Kejahatan Perbankan Berbasis IT

Kejahatan Perbankan
Ada beberapa kejahatan perbankan bebasis  IT yaitu :
1.SKIMMER
Adalah teknik kejahatan dengan melakkan penangkapan data pada magnetic strip. Teknik ini adalah penggunaan reader sekunder secara fisik r untuk menangkat magnetic yang terdapat di elakang kartu kredit atau kartu debet.
2.Sniffer
Adalah teknik kejahatan dengan cara menangkap paket data yang lalu lalang di jaringan komunikasi, sniffer ini merupakan aplikasi penyerang yang digunakan untuk  mencuri atau menyadap suatu data, ini merupaka kejahatan yang sangat berbahaya , data yang bisa disadapnya adalah data2 pribadi , seperti usernam,password,nomor,identitas dan lainnya
Sniffer inii dapat dicegah dengan cara enskripsi data sebelum dikirim ke internet, penekripsian ini bisa dilakukan dengan menggunakan SSH atau secure shell.
3.Keylogger
merupakan kejahatan yang dilakukan dengan cara menangkap yang diketikan keybord komputer.  Keylogger merupakan aplikasi atau software yang dapat mengunci tombol tombol keybord.
4.Phising
Adalah personal information fishing. Merupakan tindakan memeroleh nformasi pribadi seperti userid, pin , nomor rekenin bank , nomor kartu kredit, dan lainnya. Teknik digunakan dengan phising ini adalah : Penggunaan alamat email palsu, membuat situs palsu, membuat hyperlink ke web sites palsu.
5.Typo site
Modus kejahatan ini dilakukan dengan cara membuat situs yang memiliki nama yang hampir sama dengan situs resminya.

http://www.anneahira.com/kejahatan-perbankan.htm

Lembaga - Lembaga OJK

Otoritas Jasa Keuangan
Lembaga atau perusahaan jasa keuangan yamg mendukung program kesejahteraan masyarakat  : adalah:
Lembaga atau Perusahaan Penjaminan Kredit
Perusahaan Penjaminan Kredit adalah badan hukum yang bergerak di bidang keuangan dengan kegiatan usaha pokoknya melakukan penjaminan kredit.
Perusahaan Penjaminan Infrastruktur
Perusahaan Penjaminan Infrastruktur adalah persero yang didirikan untuk tujuan memberikan penjaminan pada proyek kerja sama pemerintah, badan usaha di bidang infrastruktur dengan cara penyediaan penjaminan infrastruktur.
Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia
Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) adalah lembaga yang secara khusus dibentuk untuk mendukung kebijakan pemerintah dalam rangka mendorong program ekspor nasional. Pembentukan LPEI ini berdasarkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2009 Tentang Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia.
Perusahaan Pembiayaan Sekunder Perumahan
Perusahaan Pembiayaan Sekunder Perumahan adalah lembaga atau perusahaan yang dibentuk dengan tugas menyediakan fasilitas pembiayaan perumahan dalam rangka meningkatkan kapasitas dan kesinambungan pembiayaan perumahan yang terjangkau oleh masyarakat.
Perusahaan Pegadaian
Perusahaan Pegadaian adalah perusahaan yang didirikan dengan maksud untuk membantu program pemerintah dalam rangka meningkatkan kesejahteraan rakyat, khususnya golongan menengah ke bawah melalui penyaluran pinjaman kepada usaha skala mikro, kecil, dan menengah atas dasar hukum gadai dan fidusia.
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) adalah lembaga yang didirikan dengan tugas dan fungsi menyelenggarakan program Jaminan Kesehatan, Jaminan Kecelakaan Kerja, Jaminan Kematian, Jaminan Hari Tua, dan Jaminan Pensiun.
Lembaga Keuangan Mikro
Lembaga Keuangan Mikro (LKM) adalah lembaga keuangan yang secara khusus didirikan dengan maksud untuk memberikan jasa pengembangan usaha dan pemberdayaan ekonomi masyarakat, baik melalui pinjaman atau pembiayaan dalam usaha skala mikro kepada anggotanya dan masyarakat, pengelolaan simpanan, maupun pemberian jasa konsultasi pengembangan usaha yang tidak semata-mata mencari keuntungan.


Masalah OJK Indonesia

MASALAH OJK
Berikut ini adalah masalah ojk yang ada di indonesia :
Lemahnya pengawasan bank sentral dengan adanya sejumlah kasus perbankan, terus menjadi sorotan publik. Beberapa anggota dewan bahkan mengungkapkan kekecewaannya terhadap pengawasan perbankan oleh Bank Indonesia. Apalagi kalau bukan gara-gara kasus Bank Century (sekarang PT Bank Mutiara Tbk). Meski pengusutan kasus ini di Pansus Angket DPR belum usai, namun Century menjadi momok yang bisa menjatuhkan wibawa Bank Indonesia sebagai otoritas moneter.
Tak heran jika sejumlah pihak, termasuk anggota DPR mendesak pemerintah untuk segera merampungkan Rancangan Undang-Undang tentang Otoritas Jasa Keuangan (RUU OJK). Undang-undang ini nantinya diyakini akan memperkuat sisi pengawasan bagi institusi keuangan (financial institution). Bahkan, ada yang menyebut, peran BI sebagai pengawas bank, akan tergantikan apabila OJK sudah terbentuk. Makanya, Bank Indonesia seakan cemburu, dan tetap ingin dilibatkan dalam pengawasan bank walaupun OJK sudah terbentuk.
RUU OJK sendiri masuk dalam program legislasi nasional—disingkat Prolegnas tahun 2010. Sekedar informasi, OJK merupakan amanat dari UU Bank Indonesia. Pasal 34 ayat (1) mengatur, tugas mengawasi Bank akan dilakukan oleh lembaga pengawasan sektor jasa keuangan yang independen, dan dibentuk dengan undang-undang. Lembaga pengawasan inilah yang nantinya disebut sebagai OJK.


Jumat, 06 Juni 2014

PENGENTINGKAT KESEHATAN BANK (CAMELS)

Kesehatan atau kondisi keuangan dan non keuangan Bank merupakan kepentingan semua pihak terkait, baik pemilik, pengelola (manajemen) Bank, masyarakat pengguna jasa Bank, Bank Indonesia selaku otoritas pengawasan Bank, dan pihak lainnya. Kondisi Bank tersebut dapat digunakan oleh pihak-pihak tersebut untuk mengevaluasi kinerja Bank dalam menerapkan prinsip kehati-hatian, kepatuhan terhadap ketentuan yang berlaku dan manajemen risiko.
Perkembangan industri perbankan, terutama produk dan jasa yang semakin kompleks dan beragam akan meningkatkan eksposur risiko yang dihadapi Bank. Perubahan eksposur risiko Bank dan penerapan manajemen risiko akan mempengaruhi profil risiko Bank yang selanjutnya berakibat pada kondisi Bank secara keseluruhan.
Perkembangan metodologi penilaian kondisi Bank senantiasa bersifat dinamis sehingga sistem penilaian tingkat kesehatan Bank harus diatur kembali agar lebih mencerminkan kondisi Bank saat ini dan di waktu yang akan datang. Pengaturan kembali tersebut antara lain meliputi penyempurnaan pendekatan penilaian (kualitatif dan kuantitatif) dan penambahan faktor penilaian.
Bagi perbankan, hasil akhir penilaian kondisi Bank tersebut dapat digunakan sebagai salah satu sarana dalam menetapkan strategi usaha di waktu yang akan datang sedangkan bagi Bank Indonesia, antara lain digunakan sebagai sarana penetapan dan implementasi strategi pengawasan Bank.
Untuk hal tersebut Bank Indonesia telah menerbitkan Peraturan Bank Indonesia No. 6/10/PBI/2004 dan Surat Edaran Bank Indonesia No.6/ 23 /DPNP Tentang Sistem Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum.
Tingkat Kesehatan Bank adalah hasil penilaian kualitatif atas berbagai aspek yang berpengaruh terhadap kondisi atau kinerja suatu Bank melalui Penilaian Kuantitatif dan atau Penilaian Kualitatif terhadap faktor-faktor Capital, Asset Quality, Management, earning, liquidity dan sensitivity to market risk yang disingkat CAMELS.
Penilaian terhadap faktor tersebut secara umum dapat diuraikan sebagai berikut :
2.1. Permodalan (Capital)
Penilaian terhadap faktor permodalan meliputi penilaian terhadap komponen-komponen sebagai berikut:
•   Kecukupan, komposisi, dan proyeksi (trend ke depan) permodalan serta kemampuan permodalan Bank dalam mengcover aset bermasalah. 
•  Kemampuan Bank memelihara kebutuhan penambahan modal yang berasal dari keuntungan, rencana permodalan Bank untuk mendukung pertumbuhan usaha, akses kepada sumber permodalan, dan kinerja keuangan pemegang saham untuk meningkatkan permodalan Bank.
2.2. Kualitas Aset (Asset Quality)
Penilaian terhadap faktor kualitas aset meliputi penilaian terhadap komponen-komponen sebagai berikut:
a.Kualitas aktiva produktif, konsentrasi eksposur risiko kredit, perkembangan aktiva produktif bermasalah, dan kecukupan penyisihan penghapusan aktiva produktif (PPAP).
b.Kecukupan kebijakan dan prosedur, sistem kaji ulang (review) internal, sistem dokumentasi, dan kinerja penanganan aktiva produktif bermasalah. 
2.3. Manajemen (Management)
Penilaian terhadap faktor manajemen meliputi penilaian terhadap komponen-komponen sebagai berikut:
•             Kualitas manajemen umum dan penerapan manajemen risiko
•             Kepatuhan Bank terhadap ketentuan yang berlaku dan komitmen kepada Bank Indonesia dan atau pihak lainnya.

2.4. Rentabilitas (Earning)
Penilaian terhadap faktor rentabilitas meliputi penilaian terhadap komponen-komponen sebagai berikut:
•             Pencapaian return on assets (ROA), return on equity (ROE), net interest margin (NIM), dan tingkat efisiensi Bank.
•             Perkembangan laba operasional, diversifikasi pendapatan, penerapan prinsip akuntansi dalam pengakuan pendapatan dan biaya, dan prospek laba operasional.

2.5. Likuiditas (Liquidity)
Penilaian terhadap faktor likuiditas meliputi penilaian terhadap komponen-komponen sebagai berikut:
•             Rasio aktiva/pasiva likuid, potensi maturity mismatch, kondisi Loan to Deposit Ratio (LDR), proyeksi cash flow, dan konsentrasi pendanaan.
•             Kecukupan kebijakan dan pengelolaan likuiditas (assets and liabilities management / ALMA), akses kepada sumber pendanaan, dan stabilitas pendanaan.

2.6. Sensitivitas Terhadap Risiko Pasar (Sensitivity To Market Risk)
Penilaian terhadap faktor sensitivitas terhadap risiko pasar meliputi penilaian terhadap
komponen-komponen sebagai berikut:
•             Kemampuan modal Bank dalam mengcover potensi kerugian sebagai akibat fluktuasi (adverse movement) suku bunga dan nilai tukar.
•             Kecukupan penerapan manajemen risiko pasar.

Untuk penetapan peringkat setiap komponen dilakukan perhitungan dan analisis dengan mempertimbangkan indikator pendukung dan atau pembanding yang relevan dengan mempertimbangkan unsur judgement yang didasarkan atas materialitas dan signifikansi dari setiap komponen yang dinilai.
Berdasarkan hasil penetapan peringkat setiap faktor ditetapkan Peringkat Komposit (composite rating) sebagai berikut:
•             Peringkat Komposit 1 (PK-1), mencerminkan bahwa Bank tergolong sangat baik dan mampu mengatasi pengaruh negatif kondisi perekonomian dan industri keuangan.

•             Peringkat Komposit 2 (PK-2), mencerminkan bahwa Bank tergolong baik dan mampu mengatasi pengaruh negatif kondisi perekonomian dan industri keuangan namun Bank masih memiliki kelemahan-kelemahan minor yang dapat segera diatasi oleh tindakan rutin.


•             Peringkat Komposit 3 (PK-3), mencerminkan bahwa Bank tergolong cukup baik namun terdapat beberapa kelemahan yang dapat menyebabkan peringkat kompositnya memburuk apabila Bank tidak segera melakukan tindakan korektif.

•             Peringkat Komposit 4 (PK-4), mencerminkan bahwa Bank tergolong kurang baik dan sensitif terhadap pengaruh negatif kondisi perekonomian dan industri keuangan atau Bank memiliki kelemahan keuangan yang serius atau kombinasi dari kondisi beberapa faktor yang tidak memuaskan, yang apabila tidak dilakukan tindakan korektif yang efektif berpotensi mengalami kesulitan yang membahayakan kelangsungan usahanya.


•             Peringkat Komposit 5 (PK-5), mencerminkan bahwa Bank tergolong tidak baik dan sangat sensitif terhadap pengaruh negatif kondisi perekonomian dan industri keuangan serta mengalami kesulitan yang membahayakan kelangsungan usahanya.

Komentar : pada keterangan di atas sudah jelas bahwa pentingnya kesehatan bank yang meliputi permodalan, asset kualitas, manajemen, rentabilitas, likuiditas, dan sensitivitas terhadap risiko pasar .

DAFTAR PUSTAKA

http://farid-silentheart.blogspot.com/2013/06/bab-9-pengenalan-rasio-keuangan-bank.html
http://chianjell.blogspot.com/2013/06/bab-9-pengenalan-rasio-keuangan-bank.html
http://hehepangibulan.blogspot.com/2013/05/6tingkat-kesehatan-bank-camels.html

Otoritas Jasa Keuangan

OJK (Otoritas Jasa Keuangan)

Kinerja Otoritas Jasa Keuangan ( (3/5/2014)OJK) akhir-akhir ini dipertanyakan. Baik dari lembaga perbankan dan pasar modal mempertanyakan benefit apa dapat yang mereka peroleh
Talkshow dengan tema haruskan OJK dibubarkan yang bertempat di Cikini, Jakarta Pusat. Hadir sebagai pembicara Haryajid Ramelan, Sekjen Asosiasi Profesi Pasar Modal Indonesia dan Ryan Kiryanto, pengamat perbankan Indonesia.

Keberadaan OJK harus memberikan benefit terhadap lembaga bank dan nonbank. "Pasar modal harus diberikan kesempatan berkembang karena bukan lembaga perbankan,"ujar Haryajid.

Lebih lanjut ia mengatakan keberadaan OJK sudah seharusnya memberikan sertifikasi kepada pasar modal. Hal ini dianggap wajar oleh pasar modal karena industri lain mempunyai lembaga sertifikasi.

"Selain itu juga dibutuhkan peran profesi dibutuhkan dalam membangun pasar modal profesi,"ujarnya.

Adanya kemauan pihak industri mendapatkan hak benefit juga disampaikan oleh pengamat perbankan. "Pelaku industri harus mempunyai hak apa benefit, agar bank lebih mudah diawasi dan lebih transparan,"ujar Ryan.

Menurutnya Bank Indonesia sebagai bank sentral pada waktu itu tidak melakukan pungutan, namun memberlakukan denda dan penalti.

Lembaga keuangan juga meminta adanya sumbangsih yang diperoleh dari wajib pajak, informasi yang transparan, OJK bertanggung jawab terhadap semua bank agar tidak gagal karena mempunyai mandat.
sumber : http://www.tribunnews.com/bisnis/2014/05/03/ojk-harus-memberikan-benefit-bagi-lembaga-bank-dan-nonbank

KEJAHATAN PERBANKAN

Wakil Ketua Komisi XI DPR RI, Harry Azhar Azis, mengingatkan pemerintah dan Bank Indonesia mewaspadai kasus pembobolan dana dan aset nasabah yang melibatkan oknum karyawan bank. Kejahatan jenis tersebut, kata Harry, punya kecenderungan meningkat trennya.
Hal tersebut disampaikan Harry menanggapi peningkatan kasus pembobolan dana dan aset nasabah yang melibatkan oknum nasabah bank. Kasus terbaru adalah dugaan pemalsuan emas milik Ratna Dewi seberat 59 kilogram.
Emas tersebut -disebutkan- digadaikan oknum di BRI. Polisi telah menetapkan 7 oknum karyawan BRI sebagai tersangka. Sementara dalam gugatan perdatanya, dikabarkan, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (2/10/2013) silam memutuskan pihak BRI terbukti melakukan perbuatan melawan hukum atas sengketa jaminan kredit berupa logam mulia 59 Kilogram. Majelis hakim juga memerintahkan BRI membayar ganti rugi materiil sebesar Rp 31.860.000 dan imateriil sebesar Rp 5 miliar.
"Fenomena ini tidak lepas dari lemahnya pengawasan Bank Indonesia sehingga hampir setiap dua bulan media memberitakan kasus pembobolan dana atau asset nasabah bank. Selain itu, menurut politisi Golkar tersebut, jika fungsi mediasi BI bisa dimaksimalkan, mestinya kasus fraud tidak harus berlanjut ke meja hijau, yang kerap merugikan nasabah, karena prosesnya lama dan berbelit-belit," kata Harry dalam rilis yang diterima Tribunnews.com, Kamis (24/10/2013)
Harry mencontohkan, kasus sengketa pembobolan dana deposito milik PT Elnusa Tbk di Bank Mega yang telah berlangsung lebih dari 2 tahun. Bank itu, kata Harry, bersikeras tidak mau mengembalikan dana deposito Elnusa, kendati PN Jakarta Selatan pada 22 Maret 2012 Nomor: 284/PDT.G/2011/PN.JKT.SEL memutuskan Bank Mega harus mengembalikan dana deposito Elnusa sebesar Rp 111 milyar, beserta bunga 6% per tahun.
Menurut Harry, manajemen Bank Mega dan Bank BRI mestinya bisa mencontoh praktik penyelesaian kasus yang dilakukan manajemen Citibank yang langsung mengganti kerugian nasabahnya, setelah itu baru mempidanakan pelakunya, yang tak lain  karyawannya sendiri.
Senada, Direktur Advokasi Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Bahrain, juga mengaku prihatin dengan lemahnya pelaksanaan risk management perbankan nasional.
“Hampir seluruh bank nasional pernah mengalami fraud. Baik bank swasta maupun BUMN. Ini menunjukan lemahnya penerapan manajemen risiko dan perlindungan terhadap nasabah bank,” ujarnya.
YLBHI disebutkan sejak awal Oktober 2013 membuka posko pengaduan nasabah bank di 15 kota di Indonesia, melakukan penelitian, bahkan menggelar focus group discussion tentang kasus pembobolan nasabah bank.
Lembaga tersebut juga menyebut telah memantau proses hukum pembobolan dana nasabah,baik di tingkat Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi, maupun kasasi. Proses monitoring perlu dilakukan agar peradilan berjalan sesuai prinsip keadilan.
YLBHI, dikatakan, telah mengirimkan surat ke Gubernur Bank Indonesia dengan Nomor:215/SK/YLBHI/2013. Isinya, mendesak Bank Indonesia (BI) memprioritaskan pengembalian dana nasabah yang dibobol oleh oknum karyawan bank, seperti dalam kasus pembobolan dana milik Elnusa di Bank Mega, serta kasus pembobolan lainnya.

YLBHI juga mendesak BI agar meningkatkan pengawasan perbankan, dan rapkan prinsip non diskriminasi, transparansi dan akuntabilitas sesuai ketentuan PBI No 5/ 8/ PBI/ 2003 tentang Penerapan Manajemen Risiko Bagi Bank Umum.
sumber : http://www.tribunnews.com/bisnis/2013/10/24/waspada-tren-kejahatan-perbankan-libatkan-oknum-karyawan

MASALAH BESAR DI BANK SYARIAH

MASALAH BESAR DI BANK SYARIAH

Berikut ini ada 3 masalah besar di bank syariah, sebagai berikut :
Pertama, ketersediaan produk dan standarisasi produk perbankan syariah. Hal ini dikarenakan selama ini masih banyak bank syariah yang belum menjalankan bisnisnya sesuai prinsip syariah. Standardisasi ini diperlukan dengan alasan industri perbankan syariah memiliki perbedaan dengan bank konvensional. Apalagi, produk bank syariah tidak hanya diperuntukkan bagi nasabah muslim, melainkan juga nasabah nonmuslim.
Kedua, tingkat pemahaman (awareness) produk bank syariah. Hingga saat ini, sangat sedikit masyarakat yang tahu tentang produk-produk perbankan syariah dan istilah-istilah di perbankan syariah. "Hanya sekitar 30 persen dari sumber daya yang direkrut mengetahui istilah perbankan syariah serta tingkatawareness-nya," tambahnya.
Selain itu, masalah ketiga industri perbankan syariah adalah sumber daya manusia (SDM). Masalah yang terjadi adalah pihak perbankan kesulitan untuk mencari SDM perbankan syariah yang berkompeten dan mumpuni. "Kami justru banyak mengambil SDM untuk perbankan syariah dari perbankan konvensional dan SDM-SDM yang potensial. Sangat sedikit SDM yang diambil atau lulusan perguruan tinggi syariah," katanya.
Menurut Achmad kecenderungan mengambil SDM dari luar perguruan tinggi syariah karena SDM di perbankan syariah biasanya justru mudah diberikan pengetahuan tentang perbankan syariah.
Dari sisi karir, Achmad juga mengiming-imingi kemudahan untuk bersaing dibandingkan dengan karir di perbankan konvensional. "Rata-rata motivasi mereka bekerja adalah mencari karir dan pendapatan. Secara karir, SDM perbankan syariah tidak kalah dengan perbankan syariah, karena orangnya minim sehingga mudah untuk naik jenjang karir. Beda dengan perbankan konvensional yang sudah jenuh," jelasnya.
Sekadar catatan, Bank Indonesia memproyeksi industri perbankan syariah bisa memiliki pangsa pasar sebesar 15 persen pada 10 tahun mendatang (atau sekitar tahun 2022) apabila bisa mengalami pertumbuhan yang stabil seperti beberapa tahun terakhir.
Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI) Halim Alamsyah yang saat ini menjadi anggota Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengatakan industri perbankan syariah mengalami pertumbuhan dengan rerata 40,5 persen per tahun, dalam setengah dasawarsa terakhir. Pertumbuhan tersebut dua kali lebih cepat dibandingkan dengan perbankan konvensional sehingga pangsa pasarnya terus meningkat dalam beberapa tahun terakhir. Namun saat ini pangsa pasarnya (berdasarkan aset) masih sekitar 4 persen.

sumber : http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2012/08/13/15282835/Tiga.Masalah.Terbesar.di.Bank.Syariah

PROBLEM PERBANKAN

PROBLEM PERBANKAN

Problem Perbankan Syariah Di Tahun 2013 2014 -Indonesia adalah negara dengan mayoritas umat islam yang cukup banyak yaitu sebesar 202.867.000jiwa  (88,2 % dari total penduduk).  Bila dikaji lebih dalam terdapat 5 permasalahan yang membuat pasar perbankan syariah di Indonesia kurang berkembang yaitu sebagai berikut:

1)Kurangnya sosialisasi kepada masyarakat

Masyarakat banyak yang tidak memahami perbedaan antara bank syariah dengan bank konvensional. Masyarakat hanya diberi tahu kalau bunga bank konvensional riba tapi tidak mengerti mengapa bunga bank tersebut dikategorikan riba. Istilah-istilah bank syariah seperti mudharabah, muarhabah, ijarah, dll pun masih kurang populer di masyarakat.

2)Pendidikan mengenai perbankan syariah sulit didapatkan

Tidak banyak kursus atau pelatihan yang tersedia mengenai perbankan syariah, selama ini pendidikan bank syariah terbatas pada seminar-seminar singkat saja. Di fakultas ekonomi di universitas terbesar seperti Universitas Indonesia pun, masih belum banyak mata kuliah tentang perbankan syariah. Karena memadukan ilmu syariah dan ilmu ekonomi, banyak ahli di salah satu kedua bidang tersebut kurang memahami bidang lainnya. Sertifikasi pendidikan tenaga kerja di bidang ekonomi syariah juga bukan persyaratan untuk berkerja di bank syariah.

3)Bank Syariah lebih mengedepankan tujuan profit daripada fungsi sosialnya

Terdapat kasus dimana bank syariah memberikan sistem bagi hasil yang memberatkan nasabah. Bagi hasil dinilai dari penjualan dan bagian untuk bank syariah terlalu besar. Kondisi ini akhirnya membuat pengusaha terutama UKM beralih ke bank konvensional yang memberikan kredit berbunga kecil untuk UKM karena beban bunganya dirasa lebih ringan. Banyak juga terdapat kasus, pengusaha pura-pura rugi agar tidak membayar bagi hasil untuk bank syariah. Hal ini semakin mendorong bank syariah untuk memakai sistem bagi hasil dari penjualan.

Karena inggin meniru produk bank konvensional, bank syariah meniru sistem obligasi dan kartu kredit. Dimana semestinya pinjaman dari
Apakah Saudara Ingin Sembuh Dari Gangguan Ejakulasi Dini Lemah Syahwat Dan Disfungsi Ereksi? Klik Disini Sekarang
Bank syariah seharusnya untuk kredit produktif dan UKM bukan untuk kredit konsumtif dan konglomerat. Bila dari kredit konsumtif seperti kartu kredit, maka sulit diketahui darimana cara pembagian hasilnya yang sesuai syariah, hanya bisa ditagih biaya administrasi saja, karena selain itu adalah riba (pengembalian pinjaman melebihi pokok).

4)Peraturan mengenai Bank Syariah belum memadai

UU PPh 2008 menyebutkan bahwa terdapat peraturan perpajakan khusus untuk bank syariah namun hingga kini peraturan tersebut belum diterbitkan. UU PPN yang lama (sebelum diperbaharui dengan UU no 42 Thn 2009) tidak menspesifikasi pertauran tentang perbankan syariah.  Secara general, UU PPN pasal 4 hanya membebaskan jasa pembiayaan dari jasa yang terkena PPN yang akhirnya membuat permasalahan pada transaksi murahabah. Pada transaksi murahabah, yang sepintas mirip sewa guna usaha dengan hak opsi, dianggap terjadi transaksi jual-beli sehingga terkena PPN. Hal ini sangat merugikan bank syariah karena mereka walaupaun tidak menganggap transaksi murahabah sebagai jasa pinjaman denagn imbalan bunga namun akibat beban PPN terhadap transaksi tersebut akan menimbulkan dampak ekonomi beralihnya nasabah dari transaksi tersebut. UU PPn 2009 sudah memberikan netralitas denagn membebaskan transaksi murahabah dari PPN. Namun belum mengatur transaksi-transaksi lainnya.

PSAK pun kesulitan dalam membuat standar akuntansi untuk bank syariah karena selama ini PSAK hanya berkiblat pada FASB (standar akuntansi USA). Laporan keuangan bank syariah terbesar seperti Bank Syariah Mandirihanya memperhatikan PSAK no. 59 yang mengatur akuntansi bank syariah secara umum dan PSAK no 101 tentap susunan laporan keuangannya. Sedangkan PSAK No. 102-110 belum diadopsi secara luas.

5) Sarana dan Prasarana masih kalah dibandingkan bank konvensional

Bank syariah masih sulit ditemui cabangnya terutama bila bersaing dengan cabang-cabang bank konvensional.  Banyak bank konvensional yang satu atap dengan cabang syariahnya. Hal ini membuat ketidakjelasan akan pemisahan dana yang dikelola untuk sistem perbankan syariah dengan yang dikelola oleh sistem perbankan konvensional.

Dengan memperhatikan hal-hal di atas, semoga perbankan syariah di Indonesia dapat berbenah diri  sehingga perbankan syariah dapat terus berkembang dengan tidak melupakan tujuan aslinya yaitu memberikan fasilitas lembaga keuangan masyarakat yang terbebas dari unsur riba dan unsur haram lainnya.

sumber : http://lemah-syahwat.antiloyo.com/2013/08/problem-perbankan-syariah-di-tahun-2013.html










Kamis, 09 Januari 2014

Analisa Springger DFD





Pada DFD diatas adalah untuk mencari alur dari penyimpanan , pengolahan dan penyajian data spatio -temporal untuk percobaan penelitian dan pengelolaan yang spesifik.
Diawali dengan peneliti ( pelanggan) melakukan proses pengisian formulir aplikasi untuk permintaan percobaan dan melakukan pemilihan sub – bidang oleh manajer pertanian di konsultasi dengan para peneliti . Kemudian berlanjut pada perencanaan percobaan atau uji coba , setelah itu alokasi tugas lalu menghitung pembayaran pengguna sesuai dengan perawatan atau pelayanan yang nantinya akan dilakukan selama masa percobaan . Setelah poses pengisian formulir dan perencanaan uji coba telah dibuat kemudian para peniliti memerlukan catatan pada sejarah untuk mencari daerah mana yang akan di uji coba atau percobaan yang akan dipilih sub-bidangnya, kemudian dilakukannya perawatan pada bidang yang nantinya akan digunakan berupa dasar bidang, struktur tanah, rotasi tanaman, nutrisi yang akan diberikan, dan penggunaan pestisida. Nah, perawatan ini juga yang nantinya akan dijadikan perhitungan pembayaran pengguna. Lalu peniliti juga butuh peta pertanian yang nantinya akan dibutuhkan juga untuk data para staff , setelah adanya peta pertanian otomatis para peniliti akan tahu dimana letak bidang yang akan diuji tersebut dan tentunya akan dijadikan sebagai sumber daya , sumber daya ini yang akan diuji atau dilakukan percobaan. Laporan pencatatan sejarah, melakukan perawatan, dibuatnya peta pertanian,serta pengujian akan langsung diterima datanya oleh para staff UF. Kemudian penghitung pembayaran pengguna akan melaporkan pembayaran tersebut kepada sumber daya UF dan uji coba yang nantinya akan melaporkan data tersebut kepada para peneliti (pelanggan). Alokasi tugas ini bertugas untuk mengalokasikan tugas untuk staff UF juga kepada sumber daya UF.

peta pertanian otomatis para peniliti akan tahu dimana letak bidang yang akan diuji tersebut dan tentunya akan dijadikan sebagai sumber daya , sumber daya ini yang akan diuji atau dilakukan percobaan. Laporan pencatatan sejarah, melakukan perawatan, dibuatnya peta pertanian,serta pengujian akan langsung diterima datanya oleh para staff UF. Kemudian penghitung pembayaran pengguna akan melaporkan pembayaran tersebut kepada sumber daya UF dan uji coba yang nantinya akan melaporkan data tersebut kepada para peneliti (pelanggan). Alokasi tugas ini bertugas untuk mengalokasikan tugas untuk staff UF juga kepada sumber daya UF.


SUMBER : http://link.springer.com/article/10.1007/s11119-008-9098-5 A systems analysis of information system requirements for an experimental farm S. Fountas Æ M. Kyhn Æ H. Lipczak Jakobsen Æ D. Wulfsohn Æ S. Blackmore Æ H. W. Griepentrog, Published online: 28 November 2008 , Springer Science+Business Media, LLC 2008